Selasa, 29 November 2016

GAMBARAN PERAN DUKUN BAYI DALAM PERSALINAN DI WILAYAH DESA KAMBOJA KECAMATAN PULAU MAYA KABUPATEN KAYONG UTARA

GAMBARAN PERAN DUKUN BAYI DALAM PERSALINAN
DI WILAYAH DESA KAMBOJA KECAMATAN PULAU MAYA KABUPATEN KAYONG UTARA




SKRIPSI
Oleh:
HERIYADI
NPM: 101510672


PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONTIANAK

2016

BAB I
PENDAHULUAN
1.1    LatarBelakang
Persalinan adalah serangkaian kejadian yang berakhir dengan pengeluaran bayi cukup bulandisusul dengan pengeluaran plasenta dan selaput janin dari tubuh ibu (Erawati, 2010).Periode persalinan merupakan salah satu periode yang mengandung risiko bagi ibu hamil apabila mengalami komplikasi yang dapat meningkatkan risiko kematian ibu dan kematian bayi (Hasibuan, 2013).
Salah satu faktor yang melatarbelakangi tingginya angka kematian ibu adalah proses persalinan yang berhubungan dengan pemilihan pertolongan persalinan. Tidak semua ibu hamil melakukan proses persalinan di sarana pelayanan kesehatan tetapi banyak juga menggunakan pertolongan dukun bayi (Setyawati dan Alam, 2010).
Dilihat dari kesehatan ibu dan anak maka persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan seperti bidan dan dokter dianggap lebih baik dari pada persalinan yang ditolong oleh tenaga non kesehatan seperti dukun, keluarga atau lainnya. Masalah yang dihadapi adalah bahwa pada kenyataannya pertolongan persalinan oleh dukun bayi memang masih merupakan pilihan pertolongan yang diminati oleh masyarakat (Asriani, 2009)
1
Angka kematian merupakan indikator status kesehatan suatu negara menurut World Health Organization (WHO), 2014 yaitu di negara-negara berkembang mencapai 440 kematian per 100.000 kelahiran hidup.Disamping itu, masih tingginya peranan dukun beranak atau rendahnya pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih, terbatasnya layanan medis modern, juga kurangnya akses terhadap informasi karena pendidikan rendah serta faktor kemiskinan (Yulia, 2014).
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, menunjukkan bahwa persalinan di fasilitas kesehatan baru mencapai 70,4%, dan persalinan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan baru mencapai 87,4%Hal ini, menunjukkan bahwa sekitar 12, 6% persalinan masih ditolong dukun. Secara nasional, indikator kinerja cakupan persalinan pada tenaga kesehatan tahun 2013 belum dapat mencapai target Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Kesehatan tahun yang sama, yakni sebesar 89% (Kemenkes RI, 2014).
Penelitian yang dilakukan Rina Anggorodi (2009)Masyarakat masih banyak yang beranggapan bahwa apabila persalinan ditolong oleh bidan    biayanya    mahal    sedangkan  bila  ditolong  oleh  dukun  bisa  membayar  berapa  saja.  Hal  yang  terpenting  adalah  bahwa  dukun  dilihat  mempunyai  ’jampe-jampe’  yang  kuat  sehingga  ibu  yang  akan  bersalin  lebih  tenang  bila  ditolong  oleh  dukun.
Sudirman dan Jamaluddin(2011) menunjukan bahwa ada hubungan kemitraan  dengan  dukun  terhadap ibu  yang  melahirkan  dengan proporsi sebesar 76 %, sedangkan dalam bagi hasil antara bidan dan dukun dalam bagi hasil (upah) sebesar 89  %, bahwa  bidan  dan  dukun  bayi sudah  sebagian  besar  telah melakukan kemitraan dengan baik. Melihat angka propors tersebut, namun ada bidan  dan  dukun  bayi  juga  melakukan  kemitraan  dalam  hal melakukan  kunjungan  ke rumah dukun dengan proporsi 47,12%.
Siswati, dkk (2009) menunjukan bahwa ada hubungan Jumlah persalinan yang terjadi periode tahun 2008 di Bumijawa adalah 718 persalinan yang  terdiri  dari  453  persalinan  ditolong  oleh tenaga  kesehatan  dan  265  persalinan  ditolong oleh   tenaga   non   kesehatan   (dukun).  
Buyandaya, dkk (2012) menunjukkan bahwa dari 126 responden  yang  berpengetahuan cukup, 57,9% memilih tenaga kesehatan (NAKES) sebagai penolong  persalinannya dan dari 123 responden yang berpengetahuan kurang,55,5%  memilih sebagai  penolong persalinannya. Dari hasil uji statistic dengan Chi Square memperlihatkan nilai p value = 0,008. Untuk variable budaya, dari 115 responden yang tidak berpengaruh dengan budaya, 53,9% memilih non nakes sebagai penolong persalinannya dari 134 responden yang berpengaruh dengan  budaya,   76,1%   memilih   tenaga   non   nakes   sebagai   penolong persalinan. 
Di Indonesia pertolongan persalinan yang masih belum sesuai target yang diberikan oleh pemerintah menjadi salah satu masalah yang terjadi dibeberapa daerah, salah satunya di Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar). Meskipun  mengalami peningkatan pada tahun 2013, akan tetapi cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan pada tahun 2014 kembali mengalami penurunan. Berdasarkan Profil Kesehatan Provinsi (Kalbar). cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan tahun 2012 sebesar 86%, tahun 2013 sebesar 87,86% dan tahun 2014 sebesar 86,65% (Profil Dinas Kesehatan Provinsi, 2013).
Berdasarkan Laporan Kematian Ibu (LKI) Kabupaten Kayong Utara tahun 2008 AKI sebesar  688 per 100.000 KH, tahun 2009 sebesar 579 per 100.000 KH, tahun 2010 sebesar 206 per 100.000 KH dan AKI di Kabupaten Kayong Utara tahun 2011 sebesar 294 per 100.000 KH sedangkan pada tahun 2012 sebesar 320 per 100.000 KH. Bila di bandingkan dengan target MDGs sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup, maka kondisi tersebut menunjukan masih tingginya kematian ibu di Kabupaten Kayong Utara (Profil kesehatan Kabupaten Kayong Utara, 2013).
Desa Kamboja mempunyai tiga dusun yaitu Suka Mandi, Suka Tengah dan Suka Maju yang termasuk  dalam wilayah Kecamatan Pulau Maya Kabupaten kayong Utara.Warga di Desa Kamboja selain memanfaatkan pelayanan kesehatan modern seperti bidan dan perawat dalam penanganan persalinan ternyata jugamasih memanfaatkan pelayanan  kesehatan tradisional yaitu dukun bayi. Dukun bayi yang ada di desa kamboja telah menjalin kemitraan dengan bidan dan perawat (Puskesmas Kamboja, 2012, 2013 dan 2014).
Jalinan kemitraan dukun dan bidan tahun 2013 5 orang, sedangankan pada tahun 2014 yang bermita meningkat menjadi 6 orang.Dukun bayi tidak diperbolehkan lagi untuk menolong persalinan karena pertolongan persalinan harus dilakukan oleh tenaga kesehatan.Peran dukun bayi hanya sebatas melakukan perawatan ibu dan bayi pada masa nifas meliputi mengurut ibu dan bayi, perawatan tali pusat, memandikan bayi serta memberikan jamu untuk si ibu dengan tujuan untuk memperlancar ASI (Puskesmas Kamboja, 2012, 2013 dan 2014).
Berdasarkan hasil wawancara dilakukan degan Dukun, Bidan dan Ibu yang  Pernah bersalin di Desa Kamboja Kecamatan Pulau Maya Kabupaten Kayong Utara, hasil wawancara pendahuluan sebagai berikut :
1)             Jawaban sebagai berikut menurut ibu Suriana 39 tahun :
Saya tau peran dukun bayi membantu bidan bukan menolong persalinan, saya juga menghormmati istiadat Pulau Maya, Biayaye dukun dak ade cume ngasi’ kain dan ucapan teerimakasih, sedangkan bidan tige ratus ribu sampai satiu jutaan, saya memilih dukunkarena dukun tau mengurut-urut dari kehamilan sampai 25 atau 44 hari. Dalam kehamilan di urut-urut, di kasi jamu kampong.Bidan cume nyuntik jak hari pertame melahirkan, dukun dari hamil satu bulan, tige bulan, tujuh bulan sampai melahirkan.

2)             Selanjutnya menurut ibu Nur 42 tahun :
persalinan dengan ibu Milan atau biase disebut dukun bayi saye dak tau peran dukun tapi istiadat kami mengutamakn dukun karne ade jampi-jampinye bise mempermudahkan persalinan, biaye persalinan samebidan  sekitar tige ratus ribu samapi sejuta same obat-obat nye. Kalau dukun gratis sejak kehamilan dengan dukun diurut sampai melahirkan bayi, setelah melahirkan dukun merawat sampai 40 hari lagi.

3)             Senada dengan ibu Durajak 29 tahun menyatakan :
Saye dak tau peran dukun bayi yang saye tau dukun juga boleh menolong melahirkan, adat kami pun kental dukun selain mempunyai jampi-jampi dukun juga merawat ibu dan anak sampai 40 hari lepas melahirkan, melakukan persalinan di rumah dengan dukun bayi geratis diurut sejak kehamilan bulan pertama, pernah juga ke posyandu satu bulan satu kali sampailah dekat mau melahirkan, dengan dukun diurut-urut (dipijat) setelah itu minum air pereya’ (pare). Jika dengan bidan biayanye sekitar satu jutaan.

4)             Sedangkan dukun bayi ibu Milan 60 tahun menyatakan sebagai berikut :
Saye dak tau peran dukun, Sudah sejak 6 tahun menjadi dukun bayi sudah menjadi turun menurun dalam menolong persalinan  pernah 1 kali kecelakaan  tapi meninggal dalam perut ibu yang melahirkan sudah satu hari satu malam meninggalnye, peertolongan oleh dukun adalah budaya di desa sini, saye menolong dak minta imbalan gratis kadang gak ade orang sedekah kain jak saye ambil, orang memilih saye menolong mungikn karene dekat dan gratis lah gtu.
5)             Pendapat bidan Masitah 25 tahun mengenai dukun bayi sebagai berikut :
“Kalau dikatakan kehamilannya beresiko dengan dukun, dia nggak mau lagi datingke kita dan mencari dukun trus dalam menolong. Bila teman kita juga mengatakan ibu ituberesiko, dia akan lari ke dukun, dukun sangat beperan dimasyarakat sini, dukun juga banyak tau adat istiadat, status ekonomilah membuat masyarakat minta tolong dukun dikarenakan gratis, ibu memilih dukun merawat dari kehamilan sampai 40 hari setelah melahirkan karna dukun sangat dekat dengan masyarak.
1.2    RumusanMasalah
Kejadian peran dukun bayi pada ibu hamil maupun persalinan sebanyak 5 orang pada tahun 2013, sedangkan pada tahun 2014 dukun bayi bertambah menjadi 6 otang di Puskesmas Kamboja Kecamatan Pulau Maya Kabupaten Kayong Utara. Hasil survey pendahuluan kepada 4 ibu yang telah melalui persalinan di wilayah kerja Puskesmas Kamboja semua ibu melahirkan dengan pertolongan dukun bayi.
1.3    Tujuan Penelitian
1.3.1   Tujuan Umum
Untuk mengetahui Peran Dukun Bayi dalam Persalinan di Wilayah Kerja PuskesmasKambojaKecamatanPulauMayaKabupatenKayongUtara.
1.3.2        Tujuan Khusus
1.        Untuk mengetahui umur ibu bersalin
2.        Untuk mengetahuiPendikan ibu bersalin
3.        Untuk mengetahui pekerjaan ibu bersalin
4.        Untuk mengetahui pendapatn keluarga
5.        Untuk mengetahui pengetahuan tentang persalinan
6.        Untuk mengetahui budaya/adat-istiadat setempat
7.        Untuk mengetahui status ekonomi ibu yang bersalin
1.4    Manfaat Penelitian
Berdasarkan dari beberapa uraian diatas maka manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
I.4.1. Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan sebagai ilmu pengetahuan bagi peneliti dan masyarakat pada umumnya sehingga dapat dijadikan sebagai bacaan, ataupun sebagai bahan acuan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan khsusnya pada persalinan.
I.4.2. Secara praktis penelitian ini diharapkan berguna:
1.    Bagi Puskesmas, sebagai referensi untuk memperluas wawasan tentang karakteristik dan tujuan dari peran dukun bayi dalam persalinan di  wilayah kerja puskesmas kamboja kecamatan pulau maya kabupaten kayong utara..
2.    Bagi Peneliti, Dapat meningkatkan kemampuan di bidang penelitian serta melatih kemampuan analisis peneliti,hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi terhadap peran dukun bayi dalam persalinan di  wilayah kerja puskesmas kamboja kecamatan pulau maya kabupaten kayong utara.
3.    Bagi masyarakat, hasil peneltian diharapkan dapat menambah informasi tentang peran dukun bayi dalam persalinan di  wilayah kerja puskesmas kamboja kecamatan pulau maya kabupaten kayong utara.
4.    Bagi Dinas Kesehatan, sebagai masukan dan bahan kepustidakaan untuk melakukan penelitian sejenis yang memberikan imformasi khususnya tentangperan dukun bayi dalam persalinan di  wilayah kerja puskesmas kamboja kecamatan pulau maya kabupaten kayong utara.
I. 5 KeaslianPenelitian
No
Judul
Penulis
Rancangan Penelitian
Penjelasan
Variabel
1.
Dukun Bayi dalam Persalinan oleh Masyrakat Indonesia
Rina Anggorodi(2009)
Kualitatif
Hasil penelitian bahwa  adanya dukun bayi perempuan dan lelaki sudah menjadi tradisi masyarakat Indonesia.
1. Dukun bayi yang melakukan dan belum melakukan kemitraan.
2. Bidan yang melakukan dan belum melakkan kemitraan.
3. Ibu yang melahirkan ditolong oleh dukun bayi dan ibu melahirkan oleh bidan.
2.
Kemitraan Bidan dengan Dukun Bayi dalam Menolong Persalinan Bagi Ibu-ibu yang Melahirkan di Pedesaan di Kecamatan Palolo Kabupaten Donggala.
Sudirman dan Jamaluddin Sakung
(2011)
Kualitatif
Hasil penelitian bahwa  masyarakat lebih senang di tolong oleh dukun bayi di pedesaan di Kecamatan Palolo Kabupaten Donggala.
1.Kesamaan dan perbedaan persepsi tentang pertolongan Persalinan
2.Upaya yang dilakukan oleh bidan desa dengan dukun bayi dalam menjalin kemitraan
3.Mengidentifikasi masalah masalah yang menjadi hambatan dalam menjalin kemitraan antara bidan di desa (BDD) dengan Dukun.
3.

Perspektif Pertolongan Persalinan Oleh Dukun Bayi di Desa Bumijawa Kecamatan Bumijawa Kapuaten Tegal.
Siswati, dkk (2009)
Kualitatif
Hasil penelitian bahwa  9 desa menjadi lokasi penelitian di Desa Bumijawa Kecamatan Bumijawa Kabupaten Tegal.
1.    Mengetahui persepsi ibu tentang persalinan
2.    Tentang tenaga  penolong persalinan
3.    Tentang dukun bayi
4.    Alasan ibu memilih dukun bayi dalam menolong persalinan
5.    Persepsi dukun bayi tentang tenaga penolong persalinan
6.    Persepsi dukun tentang kemampuan dukun dalam menolong persalinan
7.    Persepsi dukun bayi tentang kemampuan dukun bayi dalam menolong persalinan
8.    Yang dilakukan dukun bayi selama membantu proses persalinan
4.
Paktor Determinan Pemilihan Tenaga Penolong Persalinan di wilayah kerja Puskesmas Palasa Kabupaten Parigi Moutong.
Buyandaya, dkk (2012)
Kuantitatif
Hasil penelitian bahwa  ada pengaruh Pemilihan Tenaga Penolong Persalinan di wilayah kerja Puskesmas Palasa Kabupaten Parigi Moutong.
1.    Pengetahuan
2.    Pelayanan atenatal
3.    Kepercayaan pada pelayanan atenatal
4.    Sosial budaya
5.    Sosial ekonomi
Beberapa hal yang membedakan penelitian ini dengan penelitian  sebelumnya adalah sebagai berikut:
1.      Variabel penelitian yang dikorelasikan terdiri dari 3 macam diantarnya adalah faktor predisposing, faktor enabling, dan faktor reinforcing.
2.      Sampel, tempat dan tahun penelitian yang dilakukan juga berbeda dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya.
3.      Penelitian ini memfokuskan pada dukun bayi di dwilayah kerja Puskesmas Kamboja Kecamatan Pulau Maya Kabuapen Kayong Utara.






BAB II
KAJIAN PUSTAKA
II.1 Pengertian Dukun Bayi
Dukun bayi merupakan salah satu bagian yang cukup besar pengaruhnya dalam menentukan status kesehatan ibu dan bayi, karena sekitar 40% kelahiran bayi diIndonesia dibantu oleh dukun bayi.Keadaan ini semakin diperparah karena umumnya dukun bayi yang menolong persalinan tersebut bukan dukun terlatih, (Ahid, 2009).
Masih banyaknya pengguna jasa  dukun disebabkan beberapa faktor yaitu lebih mudahnya pelayanan dukun bayi, terjangkau oleh masyarakat baik dalam jangkauan jarak, ekonomi atau lebih dekat secara psikologi, bersedia membantu keluarga dalam berbagai pekerjaan rumah tangga serta berperan sebagai penasehat dalam melaksanakan berbagai upacara selamatan (Manuaba, 1998). Setyawati, 2010 mengemukakan bahwa dukun dipercaya sebagai aktor lokal yang dipercaya oleh masyarakat sebagai tokoh kunci terutama yang berhubungan dengan kesehatan dan keselamatan (Purnawati, 2012).
Menurut Bertens (2005) dalam Rochayah (2012) dukun didefinisikan sebagai seseorang yang mengobati pasien tanpa dapat membuktikan statusnya sebagai dokter dengan menunjukkan ijazah yang diakui oleh negara. Purwoastuti dan Walyani (2015) membagi dukun bayi menjadi 2 (dua), yaitu:
1.        
11
Dukun bayi terlatih: adalah dukun bayi yang telah mendapatkan pelatihan dari tenaga kesehatan dan telah dinyatakan lulus.
2.         Dukun bayi tidak terlatih: ialah dukun bayi yang belum pernah dilatih oleh tenaga kesehatan atau dukun yangdilatih dan belum dinyatakan lulus (Rochayah, 2012).
Dukun bayi adalah gabungan dari dua kata, yakni dukun dan bayi. Masing-masing kata ini mengandung makna yang berbeda satu sama lainnya, namun keduanya memiliki hubungan yang sangat erat sehingga penggabungan kedua kata tersebut membentuk suatu kesatuan pemahaman yang tidak dapat dipisahkan. Dukun bayi di Pulau Maya sangat di percayai masyarakat dan berpengaruh terhadap masyarakat, dari kepercayaan dan keyakinan masyarakatlah dukun bayi bisa membantu persalinan yang didampingi bidan desa tetapi bukan menolong persalinan.
Selain mudahnya pelayanan dukun bayi di wilayah kerja Puskesmas Desa Kamboja Kecamatan pulau maya Kabupaten Kayong Utara, mudah ditempuh, murah, lebih dekat secara psikologi dan dukun juga bersedia membantu dalam pekerjaan melayani ibu yang melahirkan dan serta mendoakan dalam upacara selamatan. Dukun bayi adalah seorang anggota masyarakat pada umumnya seorang wanita yang mendapat kepercayaan serta memiliki keterampilan dalam menolong persalinan secara tradisional dan memperoleh keterampilan tersebut dengan secara turun temurun, belajar secara praktis atau dengan cara lain yang menjurus kearah peningkatan keterampilan dalam menolong persalinan.
Dimaksud dukun yang mengobati pasien tanpa dapat membukikan dengan ijasah seperti bidan dan dokter yang diperbolehkan menangani ibu hamil, Sedangkan di wilayah kerja Puskesmas Desa Kamboja dukun bayi yang dilatih masih sangat sedikit tetapi yang tidak terlatih juga banyak belum semuanya mendapat perlatihan.Dukun terlatih adalah dukun yang telah mendapatkan latihan oleh tenaga kesehatan yang dinyatakan lulus. Sedangkan dukun tidak terlatih adalah dukun bayi yang belum pernah dilatih oleh tenaga kesehatan atau dukun bayi yang sedang dilatih dan belum dinyatakan lulus. Peranan dukun beranak sulit ditiadakan karena masih mendapat kepercayaan masyarakat dan tenaga terlatih yang masih belum mencukupi. Dukun beranak masih dapat dimanfaatkan untuk ikut serta memberikan pertolongan persalinan.
II.2 Peran Dukun Bayi di Indonesia
 Peran dukun Banyi di Indonesia Pemerintah telah mengeluarkan Keputusan Menteri Kesehatan nomor 741 tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota. Didalamnya terdapat  4 indikator pelayanan kesehatan ibu, yaitu: cakupan kunjungan ibu hamil K4 (minimal empat kali selama kehamilan), cakupan komplikasi kebidanan yang ditangani, cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan(Khasanah, 2011).
Masyarakat mengunakan jasa  dukun disebabkan beberapa faktor yaitu lebih mudahnya pelayanan dukun bayi, terjangkau oleh masyarakat baik dalam jangkauan jarak, ekonomi atau lebih dekat secara psikologi, bersedia membantu keluarga dalam berbagai pekerjaan rumah tangga serta berperan sebagai penasehat dalam melaksanakan berbagai upacara selamatan (Purnawati, 2012).
Selain pada masa hamil, pantangan-pantangan atau anjuran masih diberlakukan juga pada masa nifas. Pantangan ataupun anjuran ini biasanya berkaitan dengan proses pemulihan kondisi fisik. Misalnya, ada makanan tertentu yang sebaiknya dikonsumsi untuk memperbanyak produksi ASI, ada pula makanan tertentu yang dilarang karena dianggap dapat mempengaruhi kesehatan bayi.Secara tradisional, ada praktek-praktek yang dilakukan oleh dukun beranak untuk mengembalikan kondisi fisik dan kesehatan si ibu (Khasanah, 2011).
Pada kasus persalinan, dukun tidak hanya berperan saat proses tersebut berlangsung, namun juga pada saat upacara-upacara adat yang dipercaya membawa keselamatan bagi ibu dan anaknya seperti upacara tujuh-bulanan kehamilan sampai dengan 40 hari setelah kelahiran bayi. Aktivitas ini tentunya tidak sama dengan apa yang dilakukan bidan sebagai tenaga paramedis dan hal ini juga lah yang membuat dukun memiliki tempat terhormat dan kepercayaan yang tinggi di masyarakat, (Purnawati, 2012).
Misalnya, mengurut perut yang bertujuan untuk mengembalikan rahim ke posisi semula, memasukkan ramuan-ramuan seperti daun-daunan kedalam vagina dengan maksud untuk membersihkan darah dan cairan yang keluar karena proses persalinan, atau memberi jamu tertentu untuk memperkuat tubuh (Khasanah, 2011).
yang memiliki kompetensi kebidanan bukan dukun bayi serta di wajibkan dukun mengikuti bidan tidak di perbolehkan menolong sendiri dan cakupan pelayanan nifas sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan nomor 741 tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota. Peran dukun dalam pertolongan persalinan dalam Pedoman Kemitraan Bidan dengan Dukun adalah sebagai berikut:
1)      Mengantar calon ibu bersalin ke Bidan
2)       Mengingatkan keluarga menyiapkan alat transportasi untuk pergi ke bidan atau memanggil bidan
3)      Mempersiapkan sarana prasarana persalinan aman seperti air bersih dan kain bersih
4)       Mendampingi ibu pada saat persalinan
5)       Membantu bidan pada saat proses persalinan
6)       Melakukan ritual keagamaan/tradisional yang sehat yang sesuai tradisi setempat
7)      Membantu bidan dalam perawatan bayi baru lahir
8)      Membantu ibu dalam inisiasi menyusui dini kurang dari 1jam
9)      Memotivasi rujukan jika diperlukan
10)  Membantu bidan membersihkan ibu, tempat dan alat setelah persalinan.
Dukun bayi untuk daerah yang terpencil sulit dalam akses terhadap pelayanan kesehatan seperti puskesmas, maka masyarakat banyak memilih dukun bayi untuk menangani persalinan ibu yang hamil hingga smapai 40 hari setelah melahirkan. jasa dukun bayi yang masih bertahan dan tetap digunakan dalam hal ini pada proses persalinan atau kelahiran, meskipun dukun bayi tidak memiliki keahlian medis serta dalam prakteknya masih menggunakan cara-cara tradisional yang secara turun-temurun dilakukan.
Didaerah terpencil atau daerah yang jauh dari akses ke Puskesmas untuk melahirkan kebidan atau sebaliknya bidan datang kerumah masyarakat, dikarenakan jaraknya sangat jauh atau dimusim ujan kondisi jalan tidak memungkinkan becek, sedangkan dalam kehamilan ibu banyak pantanggan seperti di daerah terpencil  desa kamboja kecamatan pulau maya kabupaten kayong utara ibu hamil tidak boleh menyebrangi lautan, memakan nenas dan yang mengakibatkan ibu keguguran.
Dukun bayi mendpatkan penghormatan dan dipercaya masyarakat dalam menolong ibu bersalin, setelah menolong dalam persalinan dukun juga dipercaya terhadap upacara adat keselamatan bagi ibu dan anaknya hinga mencapai 40 hari. bahwa perilaku ibu pada kehamilan, persalinan dan nifas berbeda-beda, respon masyarakat yang bersifat budaya terhadap fenomena kelahiran bayi ditunjukkan sejak mulai terbentuknya janin sampai melahirkan.
Tindakan seperti diatas tidak boleh dilakukan karna berbahaya bagi ibu dan bayi yang akan dilahirkan, dan dibolehkan memberi ramuan jamu selain untuk memperkuat tubuh membantu dalam menghilangkan rasa sakit dan lain-lain kegunaannya.Respon-respon tersebut mempunyai tindakan yang baik maupun yang buruk terhadap kesehatan bayi dan ibunya, dengan demikian aspek sosio budaya yang berkaitan dengan kelahiran bayi sejak dari perkembangan janin dalam kandungan ibu sampai masa nifas merupakan hal yang perlu diperhatikan dalam upaya pelayanan kesehatan bagi bayi dan ibunya.
II.3 Kemitraan Dukun Bayi dan Bidan
Di Indonesia istilah kemitraan Dukun Bayi dan Bidan masih relatif baru, namun demikian praktiknya dimasyarakat sebenarnya sudah terjadi  sejak jaman terdahulu. Sejak nenek moyang, kita telah mengenal istilah gontong royong yang sebenarnya esensinya kemitraan. Sebab melalui kerja sama dari berbagai pihak, baik secara individual maupun kelompok, mereka membangun jalan, jembatan, balai desa, pengairan, dan sebagainya(Notoadmojo, 2010).
Peranan dukun bayi di masyarakat dalam menolong seorang ibu selamamasa kehamilan, persalinan dan sesudah persalinan berkaitan sangat erat dengan budaya dan kebiasaan setempat.Dukun bayi kebanyakan merupakan orang yang cukup dikenal di desa, dihormati, dianggap sebagai orang tua yang dapat dipercaya, dan sudah berpengalaman (Wendy, 2014).
Istilah- istilah ini sebenarnya perwujudan dari kerja sama antara individu atau kelompok yang saling membantu, saling menguntungkan dan bersama-sama untuk meningkatkan pencapaian suatu tujuan yang telah mereka sepakati bersama. Kemitraan adalah suatu kerja sama formal antara individu-individu, kelompo-kelompok, atau organisasi-organisasi untuk mencapai suatu tugas atau tujuan tertentu seperti bidan dan dukun bayi (Notoadmojo, 2007).
Selain melakukan perawatan kehamilan, menolong persalinan, serta merawat ibu dan bayinya sesudah persalinan, dukun bayi umumnya dipercaya dapat memberikan kekuatan spiritual melalui doa-doa, mantra, dan ritual-ritual adat yang dilakukannya, sehingga memberikan rasa nyaman dan aman pada ibu yang akan melahirkan (Wendy, 2014).
Dalam kerja sama tersebut ada kesepakatan tentang komitmen dan harapan masing-masing, tentang peninjauan kembali terhadap kesepakatan-kesepakatan yang telah di buat, dan saling berbagi, baik dalam resiko maupun keuntungan yang diperoleh. Dari batasan ini terdapat tiga kata kunci dalam kemitraan, yakni:
a)    Kerja sama antara kelompok, organisasi, individu
b)    Bersama-sama mencapai tujuan trtentu (yang di sepakati bersama)
c)  Saling menanggung risiko dan keuntungan    (Notoadmojo, 2011).
Kemudian gontong royong sebagai peraktek “kemitraan individual” ini berkembang menjadi koperasi, koalisi, aliansi, jejaring, dan sebagainya. Praktiknya kemitraan bidan dan dukun sudah lama tapi relatif masih baru bagi bidan dan dukun bayi, sejak nenek moyang kita mengenali gontong royong sebenarnya adalah kemitraan. Seseorang yang membantu proses persalinan dan perawatan terhadap bayi dan ibu pasca melahirkan adalah, Orang yang harus mengetahui tentang segala macam upacara, sajian serta mantera, dan harus memiliki pengetahuan mengenai jamujamu untuk merawat bayi yang baru lahir serta ibunya.
Dukun bayi dipanggil untuk menolong kelahiran dan disamping berlaku sebagai seorang bidan, dukun bayi merupakan orang yang ahli dalam ilmu gaib. Peran dukun bayi terlihat sangat penting ketika ia mempertahankan seorang bayi dan ibunya dari bahaya-bahaya gaib yang mungkin akan menimpa mereka, dengan menggunakan keahlian dibidangnya yang menggunakan cara dan ilmu gaib.33 Bidan, tentu tidak memiliki keahlian magis seperti halnya keahlian dukun bayi (paraji) selain keahliannya yang secara medis.
Kerja sama adalah sebuah kemitraan antara dukun dan bidan di desa kamboja saling membantu dalam meningkatkan kesehatan ibu dan anak, bersama-sama dalam menolong persalinan agar supaya tidak terjadi kecelakaan yang tidak di inginkan terhadap ibu dan anak yang dilahirkan.
Peran dukun bayi dalam memberikan perawatan kepada bayi dan ibu, dukun bayi juga memberikan asuhan keperawatan kepada ibu dan bayi baik sebelum ataupun sesudah melahirkan. Asuhan keperawatan adalah suatu proses rangkaian kegiatan pada praktek keperawatan yang langsung diberikan kepada klien atau pasien yang sesuai dengan latar belakang budayanya, pada berbagai tatanan pelayanan kesehatan.
Mengingat kemitraan adalah bentuk kerja sama atau aliansi, maka setiap pihak yang terlibat di dalamnya harus ada kerelaan diri untuk bekerja sama, dan melepaskan kepentingan masing-masing, kemudian membangun kerja sama, dan melepaskan kepentinagan masing-masing, kemudian membangun kepentiangan bersama dalam menagani atau menolong persalinan di wilayah kerja Puskesmas Kamboja Kecamatan Pulau Maya Kabupaten Kayong Utara.


II.4 Peran Dukun dalam Kemitraan
Fungsi utama kemitraan adalah upaya preventif dan promotif dan hal itu merupakan satu kesatuan dari peran bidan, dukun bayi dan kader posyandu.Kemitraan sangat terkait dengan keterlibatan seluruh dukun bayi yang ada di desa/kelurahaan maupun kecamatan. Jika terdapat satu atau beberapa orang dukun bayi  yang tidak ingin bermitra akan sangat berpotensi ‘mengganggu’ kemitraan yang telah terjadi. Pemantauan dan penilaian atas hal tersebut juga penting dilakukan (Wendy, 2014).
Menerapkan manajemen kebidanan pada setiap asuhan kebidanan sesuai fungsi kolaburasi dengan melibatkan dukun bayi dan keluarga yang mendampingi ibu melahirkan atau persalinan, sesuai dengan uraian diatas tersebut, sudah jelas bahwa bidan adalah jabatan fropesional dalam menolong persalinan dengan mengacu pada Permenkes 572 Tahun 1996 tentang Praktek Bidan dan memperhatikan kompetensi bidan (Mustika, 2006).
Masih banyaknya pengguna jasa dukun disebabkan beberapa faktor yaitu lebih mudahnya pelayanan dukun bayi, terjangkau oleh masyarakat baik dalam jangkauan jarak, ekonomi atau lebih dekat secara psikologi, bersedia membantu keluarga dalam berbagai pekerjaan rumah tangga serta berperan sebagai penasehat dalam melaksanakan berbagai upacara selamatan (Nuraeni, 2012)
Pemilihan dukun beranak sebagai penolong persalinan pada dasarnya disebabkan karena beberapa alasan, antara lain dikenal secara dekat, biaya murah, mengerti dan dapat membantu dalam upacara adat yang berkaitan dengan kelahiran anak serta merawat ibu dan bayi sampai 40 hari. Walaupun sudah banyak dukun beranak yang dilatih, namun praktek-praktek tradisional tertentu rnasih dilakukan (Khasanah, 2011).
Setyawati, 2010 mengemukakan bahwa dukun dipercaya sebagai aktor lokal yang dipercaya oleh masyarakat sebagai tokoh kunci terutama yang berhubungan dengan kesehatan dan keselamatan. Pada kasus persalinan, dukun tidak hanya berperan saat proses tersebut berlangsung, dari kehamilan sampai juga pada saat upacara-upacara adat yang dipercaya membawa keselamatan bagi ibu dan anaknya seperti upacara tujuhbulanan kehamilan sampai dengan 40 hari setelah kelahiran bayi (Nuraeni, 2012).
Berdasarkan uraian tentang kemitraan bidan dan dukung bayi maka dipandang perlu untuk mengkaji tentang peran dukun bayi tentang kemitraan dengan Bidan di desa Kamboja memiliki kesamaan dan perbedaan dalam menolong persalinan, bentukbentuk kemitraan antara dukun bayi dengan Bidan Di desa dalam membangun kemitraan antara dukun bayi dengan Bidan di desa Kamboja Kecamatan Pulau Maya Kabupaten Kayong Utara.
Upaya yang dilakukan bidan dalam menjalin kemitraan dengan dukun bayi, selama ini, yaitu cenderung dalam melakukan pertolongan persalinan hadir bersamasama dalam membantu melakukan persalinan bagi ibu-ibu yang melahirkan dengan mengacu pada Permenkes 572 Tahun 1996 tentang Praktek Bidan dan memperhatikan kompetensi bidan, proporsi sebesar 76 %, sedangkan dalam hal lain yang dilakukan yaitu melakukan bagi hasil dalam hal ini antara bidan dan dukung kerjasama dalam bagi hasil (upah) sebesar 89 %, ini membuktikan bahwa bidan dan dukun bayi sedah sebagian besar telah melakukan kemitraan dengan baik.
Sosok dukun bayi bisa dimanfaatkan sebagai agen of change dalam mengsosialisasikan kepada masyarakat tentang cara-cara persalinan yang lebih aman seperti yang pernah dilihat secara langsung ketika bersamaan hadir dalam persalinan, dengan pertimbangan bahwa dukun bayi itu masih diterima oleh masyarakat, dekat dengan masyaraat, mudah dihubungi bahkan tokoh masyarakat yang berpengaruh dalam komunitasnya, serta pengalamannya dalam persalinan sudah dikenal dan diwariskan secara turun temurun.
kemitraan yang ditawarkan agar dapat mengambil alih peran dukun bayi, maka ada pembatasan tugas yang harus diberikan oleh dukun bayi, ketika keduanya hadir dalam suatu persalinan, baik diundang oleh yang bersangkutan maupun karena panggilang dukun bayi. Bidan desa tidak hanya memebri pengawasan kepada dukun bayi, tetapi bidan harus menunjukkan kelebihan dan kemampuannya dalam menolong persalinan, terutama persalinan yang beresiko bagi ibu hamil dan penyakit-penyakit yang dapat membawa kematian serta menawarkan kepada ibu hamil harapan-harapan pelayanan yang lebih baik, cepat dan tepat. Secara psikologis dukun bayi menganggap bahwa bidan desa memiliki pengetahuan persalinan yang mereka tidak memilikinya, sehingga ada keraguan dan ketakutan untuk melanjutkan kembali professinya.
Dukun Bayi adalah sosok yang selama ini berperan melakukan pertolongan persalinan kadang tanpa pamrih, harus diberi penghargaan yang selayaknya dengan pemberian pengobatan secara Cuma-Cuma (bebas) baik di Puskesmas maupun di Rumah Sakit. Kesan yang timbul secara psikologis bahwa mereka itu masih dapat diberdayakan menjadi agen of change dalam mengkampanyekan program-program kesehatan pada umumnya, termasuk didalamnya cikal bakal terbentuknya “Desa Siaga” dan kesehatan reproduksi khususnya (pra kehamilan, kehamilan dan pasca kehamilan).
II.5 Faktor Keberhasilan dalam Kemitraan
Keberhasilan kemitraan bidan, dukun bayi dan kader posyandu dapat dilihat dari tiga pertanyaan kunci tersebut.Rendahnya cakupan pemeriksaan kehamilan K4 mengindikasikan peran kader posyandu dalam memberikan penyuluhan kesehatan ibu masih perlu ditingkatkan. Demikian pula jika masih ditemukan persalinan yang dilakukan oleh dukun bayi, hal ini mengindikasikan bahwa komitmen dukun bayi  untuk bermitra belum optimal atau upaya kader posyandu menyadarkan masyarakat tentang persalinan yang aman oleh tenaga kesehatan perlu ditingkatkan (Wendy, 2014).
Upaya kemitraan yang dilakukan Bidan Desa agar dapat berjalan lancar dan berhasil dalam kemitraan, cukup bervariasi, tetapi dominant melakukan kunjungan ke rumah dukun danbersamaan hadir dalam persalinan. Upaya ini tetap memperhatikan situasi dan kondisi yang paling memungkinkan untuk mendekati Dukun Bayi agar dapat diterima serta bermitra kerja, melalui komunikasi interpersonal dan komunikasi kelompok untuk mendapat respon positif pada saat ada pertemuan di tingkat desa, kesempatan berharga untuk mengsosialisasikan kesehatan reproduksi dan praktek pertolongan persalinan kepada tokoh-tokoh masyarakat, dan tokoh informal lainnya.
Keberhasilan persalinan ibu ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu mulai dari ada tidaknya faktor resiko kesehatan ibu, pengetahuan, status ekonomi, adat-istiadat, keterjangkauan dan ketersediaan pelayanan kesehatan, kemampuan penolong persalinan sampai sikap keluarga dalam menghadapi keadaan gawat (Khasanah, 2011).
Menurut Green predisposising, enabling dan reinforcing adalah faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan individu.Presdisposising faktor seperti keturunn, status ekonomi, adat-istiadat serta pengetahuan, enabaling faktor seperti fasilitas kesehatan tidak terjangkau, reinforcing factor pemilihan ibu dalam persalinan, peran petugas kesehatan, kemitraan (Priyoto, 2014).
1.    Predisposing factor  (faktor predisposisi) Karateristik Responden yaitu:
a)    Umur Ibu
Umur adalah lama waktu hidup atau ada (sejak dilahirkan atau diadakan) (Tim Reality, 2008).Menurut Krisliani (2007 dalam Hutapea, 2012) umur ibu sangat menentukan kesehatan maternal dan berkaitan erat dengan kondisi kehamilan, persalinan nifas serta dalam mengasuh bayi. Ibu yang berumur kurang dari 20 tahun, belum matang dalam hal jasmani maupun sosial dalam menghadapi kehamilan, persalinan dan nifas (Notoadmojo, 2007)
b)   Pendidikan
Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara(Notoatmodjo, 2011).
1.         Pendidikan dasar (SD,MI,SMP,MTs).
2.         Pendidikan menengah (SMA, MA, SMK, MAK).
3.         Pendidikan tinggi (Diploma, Sarjana, Magister, Spesialis, Doktor)
Tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap perubahan sikap dan perilaku hidup sehat. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan memudahkan seseorang untuk menyerap informasi dan mengimplementasikan dalam perilaku dan gaya hidup sehari-hari sehingga dapat meningkatkan kemampuan mencegah penyakit, meningkatkan kemampuan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatannya (Notoatmodjo, 2012).
c)    Pekerjaan
Pekerjaan berasal dari kata dasar “kerja” yaitu sesuatu yang dilakukan untuk mencari nafkah. “pekerja atau buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain(Notoatmodjo, 2007).
Berarti pekerjaan adalah sesuatu yang dilakukan seseorang untuk mencapai tujuan tertentu misalnya mendapatkan upah atau imbalan.Penelitian yang dilakukan oleh Pratiwi (2013) menyatakan bahwa responden yang bekerja memanfaatkan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan sebesar 88,1%, hal ini berarti semakin tinggi pekerjaan maka semakin tinggi pemanfaatan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan(Notoatmodjo, 2011).
d)   Pendapatan
Faktor pendapatan terkait erat dengan perilaku pencarian dan pemilihan penolong persalinan. Semakin tinggi pendapatan seseorang akan lebih mampu membiayai sarana dan prasarana untuk mendukung upaya hidup sehat, termasuk upaya untuk memperoleh pertolongan persalinan yang aman. Berdasarkan Penelitian oleh Besral (2006), menyatakan bahwa semakin baik pendapatan keluarga maka tenaga kesehatan cenderung dipilih sebagai penolong persalinan (Rusnawati, 2012).
e)    Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2012) pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behaviour)(Notoatmodjo, 2012).
Tingkat pengetahuan di dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan, yaitu:
a.         Tahu (know)
b.         Memahami (comprehension)
c.         Aplikasi (application)
d.        Analisis (analysis)
e.         Sintesis (synthesis)
f.          Evaluasi (evaluation)
Berdasarkan sebuah konsep perilaku “K-A-P” (Knowledge, Attitude, Practice) menjelaskan bahwa perilaku seseorang (misalnya perilaku ibu hamil terhadap pemilihan penolong persalinan) sangat dipengaruhi oleh sikapnya yang mendukung terhadap anjuran melakukan pertolongan persalinan pada tenaga kesehatan.Sikap (attitude) dipengaruhi oleh pengetahuan (knowledge) tentang sesuatu (misalnya pengetahuan manfaat melakukan pertolongan persalinan pada tenaga kesehatan (Notoatmodjo, 2012).
f)    Budaya/adat-istiadat
Dalam hal ini unsur-unsur  budaya dari deretan merupakan unsur yang lebih sukar berubah jika dibandingkan dengan unsur-unsur yang disebut kemudian dideretan bawah. Tetapi hal ini dalam garis besarnya saja karena ada kalanya sub-sub unsur dari suatu unsure lebih sukar diubah bila dibandingkan dari sub unsur dari suatu unsur yang tercantum diatasnya. Selanjutnya dalam Notoadmojo, 2010 menjelaskan, bahwa kebudayaan paling sedikit mempunyai 3 wujut yaitu:
a.         Tata kelakuan
b.         Kompleks aktivitas kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat
c.         Sebagai benda hasil karya manusia
Kebiasaan adat-istiadat yang sudah membudaya tapi merugikan kebiasaan ibu hamil, tenaga kesehatan harus dapat menyikapi hal ini degan bijaksana, jangan sampai menyinggung “Kearifan lokal” yang sudah berlaku didaerah tersebut.Penyampaian mengenai pengaruh adat mengunakan berbagai teknik yang tidak menyinggung, misalnya melalui media masa, pendekatan tokoh masyarakat, jika kita menemukan adat-istiadat atau budaya yang tidak berpengaruh terhadap kesehatan (Nurul, 2012).
Petugas kesehatan tentunya perlu mempelajari budaya masyarakat dimana mereka bekerja. Beberapa konsep untuk mempelajari kebudayaan suatumasyarakat menurut Koentjaningrat 1996 dalam notoadmojo, 2010 adalah:
a.    Menghindari sikap yang member penilaian tertentu kepada kebudayaan yang dipelajari. Misalnya adanya sikap bahwa kebudayaan mereka sendiri yang paling baik.
b.    Masyarakat yang hidup didalam kebudayaan sendiri biasanya biasanya tidak menyadari memiliki kebudayaan, kecuali apabila mereka memasuki masyarakat lain dan bergaul dengan masyarakat lain itu.
c.    Terdapatnya variabilitas didalam perubahan kebudayaan, atau unsure kebudayaan yang satu akan lebih sukar burubah apabila dibandingkan debgan unsure kebudayaan lain.
d.   Unsur kebudayaan saling kait mengait, (Notoadmojo, 2010).
g)   Satus Ekonomi
Tingkat ekonomi sangat terbukti berpengaruh terhadap kondisikesehatanfisik dan fisiologis ibu hamil, ibu hamil yang lebih tinggi social ekonominya maka ibu lebih fokus mempersiapkan fisik dan mentalnya sebagai seorang ibu. Sementara ibu hamil yang lebih rendah ekonominya maka ia akan mendapatkan banyak kesulitan (Nurul, 2012).
Jika kita menemukan adat istiadat yang sama sekali tidak berpengaruh buruk terhadap kesehatan,  tidak ada salahnya jika memberikan respons yang positif dalam rangka menjalin hubungan yang sinergis dengan  dukun branak sehingga Desa Kamboja menjadi Desa yang berbudaya lokal untuk menarik simpatik masyarakat pendatang, adat istiadat atau budaya ini harus dilestarikan sehingga tidak punah bagi remaja atau ibu yang baru pertama melahirkan, (Janah, 2012).
Tidak bermaknanya hubungan antara keyakinan terhadap pemilihan penolong persalinan jika dikaitkan dengan teori Rosenstock tersebut sangat mungkin disebabkan oleh persepsi yang berbeda-beda pada seetiap orang. Sehingga ada responden yang beranggapan istrinya lebih aman dan terjamin keselamatannya apabila melahirkan dibantu tenaga profesional  (nakes) dan sebaliknya ada yang cenderung memilih dukun bayi (Sodikin, 2009).
2.    Enabaling factor  (faktor pendukung),
1.      Pelayanan Kesehatan Dasar tidak terjangkau.
Pelayanan Kesehatan Dasar atau pelayan persalinan upaya pelayanan keseahatan dasar merupakan langkah awal yang penting dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.Dengan pelayan kehatan dasar secara cepat dan tepat, diharapkan sebagian besar masalah kesehatan dapat teratasi.Sebagaimana gangguan keseahatn yang di alami seorang ibu yang sedang hamil biasa berpengaruh pada kesehatan janin dikandung, saat kelahiran dan masa pertumbuhan anaknya (Janah, 2012).
2.      Reinforcing factor(Faktor pendorong)  ada 3 yaitu :
a.    Pemilihan ibu dalam persalinan
Hal inilah yang menyebabkan ibu memilih dukun bayi dalam bersalin dikarenakan dukun memiliki tempat yang terhormat dan memilih kepercayaan lokal yang jauh lebih tinggi dari pada bidan.Dukun dipercayai memiliki kemampuan yang diwariskan turun-temurun untuk memediasi pertolongan medis dalam masyarakat.Sebagian dari mereka juga memperoleh citra sebagai “orang tua” yang telah “berpengalaman” (Jahidin, 2012).
b.    Peran Petugas Kesehatan
Peran bidan sebagai pelaksana, bidan mempunyai kategori tugas yaitu:
a.    Menetapkan manajemin kebidanan pada setiap asuhan kebidanan yang diberikan:
1). Mengkaji status kesehatan untuk memenuhi kebutuhan asuhan.
2). Menentukan diagnose
3). Menyusu rencana tindakan sesuai dengan maslah yang dihadapi.
4). Melaksanakan tindakan sesuai dengan rencana yang disusun.
5). Mengevaluasi tindakan yang telah diberikan.
6). Membuat rencana tindak lanjut kegiatan
7). Membuat catatan dan laporan kegiatan (Ruslidjah, 2006).
c.    Kemitraan
Mengingat kemitraan adalah bentuk kerjasama atau aliansi, maka setiap pihak yang terlibat di dalamnya harus ada kerelaan diri untuk bekerjasama, dan melepaskan kepentingan masing-masing, kemudian membangun kerjasama, dan melepaskan kepentinagan masing-masing, kemudian membangun kepentiangan bersama (Notoadmojo, 2010)