GAMBARAN PERAN DUKUN BAYI DALAM
PERSALINAN
DI WILAYAH DESA KAMBOJA KECAMATAN PULAU
MAYA KABUPATEN
KAYONG UTARA
SKRIPSI
Oleh:
HERIYADI
NPM: 101510672
PROGRAM
STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS
ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH PONTIANAK
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
LatarBelakang
Persalinan
adalah serangkaian kejadian yang berakhir dengan pengeluaran bayi cukup bulandisusul
dengan pengeluaran plasenta dan selaput janin dari tubuh ibu (Erawati,
2010).Periode persalinan merupakan salah satu periode yang mengandung risiko bagi ibu hamil
apabila mengalami komplikasi yang dapat meningkatkan risiko kematian ibu dan
kematian bayi (Hasibuan, 2013).
Salah
satu faktor yang melatarbelakangi tingginya angka kematian ibu adalah proses
persalinan yang berhubungan dengan pemilihan pertolongan persalinan. Tidak
semua ibu hamil melakukan proses persalinan di sarana pelayanan kesehatan tetapi banyak juga
menggunakan pertolongan dukun bayi (Setyawati
dan Alam, 2010).
Dilihat
dari kesehatan ibu dan anak maka persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan
seperti bidan dan dokter dianggap lebih baik dari pada persalinan yang ditolong
oleh tenaga non kesehatan seperti dukun, keluarga atau lainnya. Masalah yang
dihadapi adalah bahwa pada kenyataannya pertolongan persalinan oleh dukun bayi
memang masih merupakan pilihan pertolongan yang diminati oleh masyarakat
(Asriani, 2009)
1
|
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013,
menunjukkan bahwa persalinan di fasilitas kesehatan baru mencapai 70,4%, dan
persalinan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan baru mencapai 87,4%Hal ini,
menunjukkan bahwa sekitar 12, 6% persalinan masih ditolong dukun. Secara
nasional, indikator kinerja cakupan persalinan pada tenaga kesehatan tahun 2013
belum dapat mencapai target Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Kesehatan
tahun yang sama, yakni sebesar 89% (Kemenkes RI, 2014).
Penelitian yang dilakukan Rina Anggorodi (2009)Masyarakat
masih banyak yang beranggapan bahwa apabila persalinan ditolong oleh bidan biayanya
mahal sedangkan bila
ditolong oleh dukun
bisa membayar berapa
saja. Hal yang
terpenting adalah bahwa
dukun dilihat mempunyai
’jampe-jampe’ yang kuat
sehingga ibu yang
akan bersalin lebih
tenang bila ditolong
oleh dukun.
Sudirman dan Jamaluddin(2011) menunjukan bahwa ada
hubungan kemitraan dengan dukun
terhadap ibu yang melahirkan
dengan proporsi sebesar 76 %, sedangkan dalam bagi hasil antara bidan
dan dukun dalam bagi hasil (upah) sebesar 89
%, bahwa bidan dan
dukun bayi sudah sebagian
besar telah melakukan kemitraan
dengan baik. Melihat angka propors tersebut, namun ada bidan dan
dukun bayi juga
melakukan kemitraan dalam
hal melakukan kunjungan ke rumah dukun dengan proporsi 47,12%.
Siswati, dkk (2009) menunjukan bahwa ada hubungan Jumlah
persalinan yang terjadi periode tahun 2008 di Bumijawa adalah 718 persalinan
yang terdiri dari
453 persalinan ditolong
oleh tenaga kesehatan dan
265 persalinan ditolong oleh tenaga
non kesehatan (dukun).
Buyandaya, dkk (2012) menunjukkan bahwa dari 126 responden yang berpengetahuan cukup, 57,9% memilih tenaga
kesehatan (NAKES) sebagai penolong
persalinannya dan dari 123 responden yang berpengetahuan kurang,55,5% memilih sebagai penolong persalinannya. Dari hasil uji statistic
dengan Chi Square memperlihatkan nilai p value = 0,008. Untuk variable budaya, dari
115 responden yang tidak berpengaruh dengan budaya, 53,9% memilih non nakes
sebagai penolong persalinannya dari 134 responden yang berpengaruh dengan budaya,
76,1% memilih tenaga
non nakes sebagai
penolong persalinan.
Di Indonesia pertolongan persalinan
yang masih belum sesuai target yang diberikan oleh pemerintah menjadi salah
satu masalah yang terjadi dibeberapa daerah, salah satunya di Provinsi
Kalimantan Barat (Kalbar). Meskipun
mengalami peningkatan pada tahun 2013, akan tetapi cakupan persalinan
oleh tenaga kesehatan pada tahun 2014 kembali mengalami penurunan. Berdasarkan
Profil Kesehatan Provinsi (Kalbar). cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan
tahun 2012 sebesar 86%, tahun 2013 sebesar 87,86% dan tahun 2014 sebesar 86,65%
(Profil Dinas Kesehatan Provinsi, 2013).
Berdasarkan Laporan
Kematian Ibu (LKI) Kabupaten Kayong Utara tahun 2008 AKI sebesar 688 per 100.000 KH, tahun 2009 sebesar 579
per 100.000 KH, tahun 2010 sebesar 206 per 100.000 KH dan AKI di Kabupaten
Kayong Utara tahun 2011 sebesar 294 per 100.000 KH sedangkan pada tahun 2012
sebesar 320 per 100.000 KH. Bila di bandingkan dengan target MDGs sebesar 102
per 100.000 kelahiran hidup, maka kondisi tersebut menunjukan masih tingginya
kematian ibu di Kabupaten Kayong Utara (Profil kesehatan Kabupaten Kayong
Utara, 2013).
Desa
Kamboja mempunyai tiga dusun yaitu Suka Mandi, Suka Tengah dan Suka Maju yang
termasuk dalam wilayah Kecamatan Pulau
Maya Kabupaten kayong Utara.Warga di Desa Kamboja selain memanfaatkan pelayanan
kesehatan modern seperti bidan dan perawat dalam penanganan persalinan ternyata
jugamasih memanfaatkan pelayanan
kesehatan tradisional yaitu dukun bayi. Dukun bayi yang ada di desa
kamboja telah menjalin kemitraan dengan bidan dan perawat (Puskesmas Kamboja, 2012, 2013 dan 2014).
Jalinan
kemitraan dukun dan bidan tahun 2013 5 orang, sedangankan pada tahun 2014 yang
bermita meningkat menjadi 6 orang.Dukun bayi tidak diperbolehkan lagi untuk
menolong persalinan karena pertolongan persalinan harus dilakukan oleh tenaga
kesehatan.Peran dukun bayi hanya sebatas melakukan perawatan ibu dan bayi pada masa
nifas meliputi mengurut ibu dan bayi, perawatan tali pusat,
memandikan bayi serta memberikan jamu untuk si ibu dengan tujuan untuk
memperlancar ASI (Puskesmas
Kamboja, 2012, 2013 dan 2014).
Berdasarkan hasil wawancara dilakukan degan
Dukun, Bidan dan Ibu yang Pernah
bersalin di Desa Kamboja Kecamatan Pulau Maya Kabupaten Kayong Utara, hasil
wawancara pendahuluan sebagai berikut :
1)
Jawaban
sebagai berikut menurut ibu Suriana 39 tahun :
“Saya tau peran dukun bayi membantu bidan bukan menolong persalinan, saya
juga menghormmati istiadat Pulau Maya, Biayaye dukun dak ade cume ngasi’ kain dan
ucapan teerimakasih, sedangkan bidan tige ratus ribu sampai satiu jutaan, saya memilih dukunkarena dukun tau mengurut-urut dari kehamilan sampai 25 atau
44 hari. Dalam kehamilan di urut-urut, di kasi jamu kampong.Bidan cume nyuntik
jak hari pertame melahirkan, dukun dari hamil satu bulan, tige bulan, tujuh
bulan sampai melahirkan.
2)
Selanjutnya
menurut ibu Nur 42 tahun :
“persalinan dengan ibu Milan atau
biase disebut dukun bayi saye dak tau peran dukun tapi istiadat kami
mengutamakn dukun karne ade jampi-jampinye bise mempermudahkan persalinan,
biaye persalinan samebidan sekitar tige ratus ribu samapi
sejuta same obat-obat nye. Kalau dukun gratis sejak kehamilan
dengan dukun diurut sampai melahirkan bayi, setelah melahirkan dukun merawat
sampai 40 hari lagi.
3)
Senada
dengan ibu Durajak 29 tahun menyatakan :
“Saye dak tau peran dukun bayi yang saye tau dukun juga boleh menolong
melahirkan, adat kami pun kental dukun selain mempunyai jampi-jampi dukun juga
merawat ibu dan anak sampai 40 hari lepas melahirkan, melakukan persalinan di
rumah dengan dukun bayi geratis diurut sejak kehamilan
bulan pertama, pernah juga ke posyandu satu bulan satu kali sampailah dekat mau
melahirkan, dengan dukun diurut-urut (dipijat) setelah itu minum air pereya’
(pare). Jika dengan bidan biayanye sekitar satu jutaan.
4)
Sedangkan
dukun bayi ibu Milan 60 tahun menyatakan sebagai berikut :
“Saye dak tau peran
dukun, Sudah sejak 6 tahun menjadi dukun bayi sudah menjadi
turun menurun dalam menolong persalinan
pernah 1 kali kecelakaan tapi
meninggal dalam perut ibu yang melahirkan sudah satu hari satu malam
meninggalnye, peertolongan oleh dukun adalah budaya di desa sini, saye menolong dak minta imbalan gratis kadang gak ade orang sedekah kain
jak saye ambil, orang memilih saye menolong mungikn karene dekat dan gratis lah
gtu.
5)
Pendapat
bidan Masitah 25 tahun mengenai dukun bayi sebagai berikut :
“Kalau dikatakan kehamilannya beresiko dengan dukun, dia nggak mau lagi datingke kita dan
mencari dukun trus dalam menolong. Bila
teman kita juga mengatakan ibu ituberesiko, dia akan lari ke dukun, dukun sangat beperan dimasyarakat sini, dukun juga banyak tau adat
istiadat, status ekonomilah membuat masyarakat minta tolong dukun dikarenakan
gratis, ibu memilih dukun merawat dari kehamilan sampai 40 hari setelah
melahirkan karna dukun sangat dekat dengan masyarak.
1.2 RumusanMasalah
Kejadian peran dukun bayi pada ibu hamil maupun
persalinan sebanyak 5 orang pada tahun 2013, sedangkan pada tahun 2014 dukun
bayi bertambah menjadi 6 otang di Puskesmas Kamboja Kecamatan Pulau Maya Kabupaten Kayong
Utara. Hasil survey
pendahuluan kepada 4 ibu yang telah melalui persalinan di wilayah kerja
Puskesmas Kamboja semua ibu melahirkan dengan pertolongan dukun bayi.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui Peran Dukun Bayi dalam Persalinan di Wilayah Kerja
PuskesmasKambojaKecamatanPulauMayaKabupatenKayongUtara.
1.3.2
Tujuan Khusus
1.
Untuk mengetahui umur ibu bersalin
2.
Untuk mengetahuiPendikan ibu bersalin
3.
Untuk mengetahui pekerjaan ibu bersalin
4.
Untuk mengetahui pendapatn keluarga
5.
Untuk mengetahui pengetahuan tentang persalinan
6.
Untuk mengetahui budaya/adat-istiadat setempat
7.
Untuk mengetahui status ekonomi ibu yang bersalin
1.4
Manfaat Penelitian
Berdasarkan dari beberapa
uraian diatas maka manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
I.4.1. Secara teoritis hasil
penelitian ini diharapkan sebagai ilmu pengetahuan bagi peneliti dan masyarakat
pada umumnya sehingga dapat dijadikan sebagai bacaan, ataupun sebagai bahan
acuan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan khsusnya pada persalinan.
I.4.2. Secara
praktis penelitian ini diharapkan berguna:
1. Bagi Puskesmas,
sebagai referensi untuk memperluas wawasan tentang karakteristik dan tujuan
dari peran dukun bayi dalam persalinan di
wilayah kerja puskesmas kamboja kecamatan pulau maya kabupaten kayong
utara..
2. Bagi Peneliti, Dapat meningkatkan kemampuan di
bidang penelitian serta melatih kemampuan analisis peneliti,hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi
informasi terhadap peran dukun bayi dalam persalinan di wilayah kerja puskesmas kamboja kecamatan
pulau maya kabupaten kayong utara.
3. Bagi masyarakat, hasil peneltian diharapkan dapat
menambah informasi tentang peran dukun bayi dalam persalinan di wilayah kerja puskesmas kamboja kecamatan
pulau maya kabupaten kayong utara.
4. Bagi Dinas Kesehatan, sebagai masukan dan bahan
kepustidakaan untuk melakukan penelitian sejenis yang memberikan imformasi
khususnya tentangperan dukun bayi dalam persalinan di wilayah kerja puskesmas kamboja kecamatan
pulau maya kabupaten kayong utara.
I. 5
KeaslianPenelitian
No
|
Judul
|
Penulis
|
Rancangan Penelitian
|
Penjelasan
|
Variabel
|
1.
|
Dukun
Bayi dalam Persalinan oleh Masyrakat Indonesia
|
Rina
Anggorodi(2009)
|
Kualitatif
|
Hasil penelitian bahwa adanya dukun bayi perempuan dan lelaki
sudah menjadi tradisi masyarakat Indonesia.
|
1. Dukun bayi yang
melakukan dan belum melakukan kemitraan.
2. Bidan yang melakukan dan
belum melakkan kemitraan.
3. Ibu yang melahirkan
ditolong oleh dukun bayi dan ibu melahirkan oleh bidan.
|
2.
|
Kemitraan Bidan dengan Dukun Bayi dalam
Menolong Persalinan Bagi Ibu-ibu yang Melahirkan di Pedesaan di Kecamatan
Palolo Kabupaten Donggala.
|
Sudirman
dan Jamaluddin Sakung
(2011)
|
Kualitatif
|
Hasil penelitian
bahwa masyarakat lebih senang di
tolong oleh dukun bayi di pedesaan di Kecamatan Palolo Kabupaten Donggala.
|
1.Kesamaan
dan perbedaan persepsi tentang pertolongan Persalinan
2.Upaya
yang dilakukan oleh bidan desa dengan dukun bayi dalam menjalin kemitraan
3.Mengidentifikasi
masalah masalah yang menjadi hambatan dalam menjalin kemitraan antara bidan
di desa (BDD) dengan Dukun.
|
3.
|
Perspektif
Pertolongan Persalinan Oleh Dukun Bayi di Desa Bumijawa Kecamatan Bumijawa
Kapuaten Tegal.
|
Siswati,
dkk (2009)
|
Kualitatif
|
Hasil penelitian
bahwa 9 desa menjadi lokasi penelitian
di Desa Bumijawa Kecamatan Bumijawa Kabupaten Tegal.
|
1. Mengetahui
persepsi ibu tentang persalinan
2. Tentang
tenaga penolong persalinan
3. Tentang
dukun bayi
4. Alasan
ibu memilih dukun bayi dalam menolong persalinan
5. Persepsi
dukun bayi tentang tenaga penolong persalinan
6. Persepsi
dukun tentang kemampuan dukun dalam menolong persalinan
7. Persepsi
dukun bayi tentang kemampuan dukun bayi dalam menolong persalinan
8. Yang
dilakukan dukun bayi selama membantu proses persalinan
|
4.
|
Paktor Determinan Pemilihan
Tenaga Penolong Persalinan di wilayah kerja Puskesmas Palasa Kabupaten Parigi
Moutong.
|
Buyandaya, dkk (2012)
|
Kuantitatif
|
Hasil penelitian
bahwa ada pengaruh Pemilihan Tenaga
Penolong Persalinan di wilayah kerja Puskesmas Palasa Kabupaten Parigi Moutong.
|
1. Pengetahuan
2. Pelayanan
atenatal
3. Kepercayaan
pada pelayanan atenatal
4. Sosial
budaya
5. Sosial
ekonomi
|
Beberapa
hal yang membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah sebagai berikut:
1. Variabel
penelitian yang dikorelasikan terdiri dari 3 macam diantarnya adalah faktor
predisposing, faktor enabling, dan faktor reinforcing.
2. Sampel,
tempat dan tahun penelitian yang dilakukan juga berbeda dengan penelitian yang
telah dilakukan sebelumnya.
3. Penelitian
ini memfokuskan pada dukun bayi di dwilayah kerja Puskesmas Kamboja Kecamatan
Pulau Maya Kabuapen Kayong Utara.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
II.1
Pengertian Dukun Bayi
Dukun
bayi merupakan salah satu bagian yang cukup besar pengaruhnya dalam menentukan
status kesehatan ibu dan bayi, karena sekitar 40% kelahiran bayi diIndonesia
dibantu oleh dukun bayi.Keadaan ini semakin diperparah karena umumnya dukun
bayi yang menolong persalinan tersebut bukan dukun terlatih, (Ahid, 2009).
Masih
banyaknya pengguna jasa dukun disebabkan
beberapa faktor yaitu lebih mudahnya pelayanan dukun bayi, terjangkau oleh
masyarakat baik dalam jangkauan jarak, ekonomi atau lebih dekat secara
psikologi, bersedia membantu keluarga dalam berbagai pekerjaan rumah tangga
serta berperan sebagai penasehat dalam melaksanakan berbagai upacara selamatan
(Manuaba, 1998). Setyawati, 2010 mengemukakan bahwa dukun dipercaya sebagai
aktor lokal yang dipercaya oleh masyarakat sebagai tokoh kunci terutama yang
berhubungan dengan kesehatan dan keselamatan (Purnawati, 2012).
Menurut
Bertens (2005) dalam Rochayah (2012)
dukun didefinisikan sebagai seseorang yang mengobati pasien tanpa dapat
membuktikan statusnya sebagai dokter dengan menunjukkan ijazah yang diakui oleh
negara. Purwoastuti dan Walyani (2015) membagi dukun bayi menjadi 2 (dua),
yaitu:
1.
11
|
2.
Dukun bayi tidak
terlatih: ialah dukun bayi yang belum pernah dilatih oleh tenaga kesehatan atau
dukun yangdilatih dan belum dinyatakan lulus (Rochayah, 2012).
Dukun
bayi adalah gabungan dari dua kata, yakni dukun dan bayi. Masing-masing kata
ini mengandung makna yang berbeda satu sama lainnya, namun keduanya memiliki
hubungan yang sangat erat sehingga penggabungan kedua kata tersebut membentuk
suatu kesatuan pemahaman yang tidak dapat dipisahkan. Dukun bayi di Pulau Maya
sangat di percayai masyarakat dan berpengaruh terhadap masyarakat, dari
kepercayaan dan keyakinan masyarakatlah dukun bayi bisa membantu persalinan
yang didampingi bidan desa tetapi bukan menolong persalinan.
Selain mudahnya pelayanan dukun bayi di wilayah kerja Puskesmas Desa
Kamboja Kecamatan pulau maya Kabupaten Kayong Utara, mudah ditempuh, murah,
lebih dekat secara psikologi dan dukun juga bersedia membantu dalam pekerjaan
melayani ibu yang melahirkan dan serta mendoakan dalam upacara selamatan. Dukun
bayi adalah seorang anggota masyarakat pada umumnya seorang wanita yang
mendapat kepercayaan serta memiliki keterampilan dalam menolong persalinan
secara tradisional dan memperoleh keterampilan tersebut dengan secara turun
temurun, belajar secara praktis atau dengan cara lain yang menjurus kearah
peningkatan keterampilan dalam menolong persalinan.
Dimaksud dukun yang mengobati pasien tanpa dapat membukikan dengan ijasah seperti
bidan dan dokter yang diperbolehkan menangani ibu hamil, Sedangkan di wilayah
kerja Puskesmas Desa Kamboja dukun bayi yang dilatih masih sangat sedikit
tetapi yang tidak terlatih juga banyak belum semuanya mendapat perlatihan.Dukun
terlatih adalah dukun yang telah mendapatkan latihan oleh tenaga kesehatan yang
dinyatakan lulus. Sedangkan dukun tidak terlatih adalah dukun bayi yang belum
pernah dilatih oleh tenaga kesehatan atau dukun bayi yang sedang dilatih dan
belum dinyatakan lulus. Peranan dukun beranak sulit ditiadakan karena masih
mendapat kepercayaan masyarakat dan tenaga terlatih yang masih belum mencukupi.
Dukun beranak masih dapat dimanfaatkan untuk ikut serta memberikan pertolongan
persalinan.
II.2
Peran Dukun Bayi di Indonesia
Peran dukun Banyi di Indonesia
Pemerintah telah mengeluarkan Keputusan Menteri Kesehatan nomor 741 tahun 2008
tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota.
Didalamnya terdapat 4 indikator
pelayanan kesehatan ibu, yaitu: cakupan kunjungan ibu hamil K4 (minimal empat
kali selama kehamilan), cakupan komplikasi kebidanan yang ditangani, cakupan
pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan(Khasanah, 2011).
Masyarakat mengunakan jasa dukun disebabkan beberapa faktor yaitu lebih
mudahnya pelayanan dukun bayi, terjangkau oleh masyarakat baik dalam jangkauan
jarak, ekonomi atau lebih dekat secara psikologi, bersedia membantu keluarga
dalam berbagai pekerjaan rumah tangga serta berperan sebagai penasehat dalam melaksanakan
berbagai upacara selamatan (Purnawati, 2012).
Selain pada masa hamil, pantangan-pantangan atau anjuran masih
diberlakukan juga pada masa nifas. Pantangan ataupun anjuran ini biasanya
berkaitan dengan proses pemulihan kondisi fisik. Misalnya, ada makanan tertentu
yang sebaiknya dikonsumsi untuk memperbanyak produksi ASI, ada pula makanan
tertentu yang dilarang karena dianggap dapat mempengaruhi kesehatan bayi.Secara
tradisional, ada praktek-praktek yang dilakukan oleh dukun beranak untuk
mengembalikan kondisi fisik dan kesehatan si ibu (Khasanah, 2011).
Pada
kasus persalinan, dukun tidak hanya berperan saat proses tersebut berlangsung,
namun juga pada saat upacara-upacara adat yang dipercaya membawa keselamatan
bagi ibu dan anaknya seperti upacara tujuh-bulanan kehamilan sampai dengan 40
hari setelah kelahiran bayi. Aktivitas ini tentunya tidak sama dengan apa yang
dilakukan bidan sebagai tenaga paramedis dan hal ini juga lah yang membuat
dukun memiliki tempat terhormat dan kepercayaan yang tinggi di masyarakat,
(Purnawati, 2012).
Misalnya, mengurut perut yang bertujuan untuk
mengembalikan rahim ke posisi semula, memasukkan ramuan-ramuan seperti
daun-daunan kedalam vagina dengan maksud untuk membersihkan darah dan cairan
yang keluar karena proses persalinan, atau memberi jamu tertentu untuk
memperkuat tubuh (Khasanah, 2011).
yang memiliki kompetensi kebidanan bukan dukun bayi serta
di wajibkan dukun mengikuti bidan tidak di perbolehkan menolong sendiri dan
cakupan pelayanan nifas sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan nomor 741
tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di
Kabupaten/Kota. Peran dukun dalam pertolongan persalinan dalam Pedoman
Kemitraan Bidan dengan Dukun adalah sebagai berikut:
1)
Mengantar calon ibu
bersalin ke Bidan
2)
Mengingatkan keluarga menyiapkan alat
transportasi untuk pergi ke bidan atau memanggil bidan
3)
Mempersiapkan
sarana prasarana persalinan aman seperti air bersih dan kain bersih
4)
Mendampingi ibu pada saat persalinan
5)
Membantu bidan pada saat proses persalinan
6)
Melakukan ritual keagamaan/tradisional yang
sehat yang sesuai tradisi setempat
7)
Membantu bidan
dalam perawatan bayi baru lahir
8)
Membantu ibu dalam
inisiasi menyusui dini kurang dari 1jam
9)
Memotivasi rujukan
jika diperlukan
10) Membantu bidan membersihkan ibu, tempat dan alat setelah
persalinan.
Dukun bayi untuk
daerah yang terpencil sulit dalam akses terhadap pelayanan kesehatan seperti
puskesmas, maka masyarakat banyak memilih dukun bayi untuk menangani persalinan
ibu yang hamil hingga smapai 40 hari setelah melahirkan. jasa dukun bayi yang
masih bertahan dan tetap digunakan dalam hal ini pada proses persalinan atau
kelahiran, meskipun dukun bayi tidak memiliki keahlian medis serta dalam
prakteknya masih menggunakan cara-cara tradisional yang secara turun-temurun
dilakukan.
Didaerah terpencil
atau daerah yang jauh dari akses ke Puskesmas untuk melahirkan kebidan atau
sebaliknya bidan datang kerumah masyarakat, dikarenakan jaraknya sangat jauh
atau dimusim ujan kondisi jalan tidak memungkinkan becek, sedangkan dalam
kehamilan ibu banyak pantanggan seperti di daerah terpencil desa kamboja kecamatan pulau maya kabupaten
kayong utara ibu hamil tidak boleh menyebrangi lautan, memakan nenas dan yang
mengakibatkan ibu keguguran.
Dukun bayi
mendpatkan penghormatan dan dipercaya masyarakat dalam menolong ibu bersalin,
setelah menolong dalam persalinan dukun juga dipercaya terhadap upacara adat
keselamatan bagi ibu dan anaknya hinga mencapai 40 hari. bahwa perilaku ibu
pada kehamilan, persalinan dan nifas berbeda-beda, respon masyarakat yang
bersifat budaya terhadap fenomena kelahiran bayi ditunjukkan sejak mulai
terbentuknya janin sampai melahirkan.
Tindakan seperti
diatas tidak boleh dilakukan karna berbahaya bagi ibu dan bayi yang akan
dilahirkan, dan dibolehkan memberi ramuan jamu selain untuk memperkuat tubuh
membantu dalam menghilangkan rasa sakit dan lain-lain kegunaannya.Respon-respon
tersebut mempunyai tindakan yang baik maupun yang buruk terhadap kesehatan bayi
dan ibunya, dengan demikian aspek sosio budaya yang berkaitan dengan kelahiran
bayi sejak dari perkembangan janin dalam kandungan ibu sampai masa nifas
merupakan hal yang perlu diperhatikan dalam upaya pelayanan kesehatan bagi bayi
dan ibunya.
II.3
Kemitraan Dukun Bayi dan Bidan
Di
Indonesia istilah kemitraan Dukun Bayi dan Bidan masih relatif baru, namun demikian
praktiknya dimasyarakat sebenarnya sudah terjadi sejak jaman terdahulu. Sejak nenek moyang,
kita telah mengenal istilah gontong royong yang sebenarnya esensinya kemitraan.
Sebab melalui kerja sama dari berbagai pihak, baik secara individual maupun
kelompok, mereka membangun jalan, jembatan, balai desa, pengairan, dan
sebagainya(Notoadmojo, 2010).
Peranan
dukun bayi di masyarakat dalam menolong seorang ibu selamamasa kehamilan,
persalinan dan sesudah persalinan berkaitan sangat erat dengan budaya dan
kebiasaan setempat.Dukun bayi kebanyakan merupakan orang yang cukup dikenal di
desa, dihormati, dianggap sebagai orang tua yang dapat dipercaya, dan sudah
berpengalaman (Wendy, 2014).
Istilah-
istilah ini sebenarnya perwujudan dari kerja sama antara individu atau kelompok
yang saling membantu, saling menguntungkan dan bersama-sama untuk meningkatkan
pencapaian suatu tujuan yang telah mereka sepakati bersama. Kemitraan adalah
suatu kerja sama formal antara individu-individu, kelompo-kelompok, atau
organisasi-organisasi untuk mencapai suatu tugas atau tujuan tertentu seperti
bidan dan dukun bayi (Notoadmojo, 2007).
Selain
melakukan perawatan kehamilan, menolong persalinan, serta merawat ibu dan
bayinya sesudah persalinan, dukun bayi umumnya dipercaya dapat memberikan
kekuatan spiritual melalui doa-doa, mantra, dan ritual-ritual adat yang
dilakukannya, sehingga memberikan rasa nyaman dan aman pada ibu yang akan
melahirkan (Wendy, 2014).
Dalam
kerja sama tersebut ada kesepakatan tentang komitmen dan harapan masing-masing, tentang
peninjauan kembali terhadap kesepakatan-kesepakatan yang telah di buat, dan
saling berbagi, baik dalam resiko maupun keuntungan yang diperoleh. Dari
batasan ini terdapat tiga kata kunci dalam kemitraan, yakni:
a) Kerja sama antara kelompok, organisasi,
individu
b) Bersama-sama mencapai tujuan trtentu (yang
di sepakati bersama)
c) Saling menanggung risiko dan keuntungan (Notoadmojo, 2011).
Kemudian gontong royong sebagai peraktek “kemitraan
individual” ini berkembang menjadi koperasi, koalisi, aliansi, jejaring, dan
sebagainya. Praktiknya kemitraan bidan dan dukun sudah lama tapi relatif masih
baru bagi bidan dan dukun bayi, sejak nenek moyang kita mengenali gontong
royong sebenarnya adalah kemitraan. Seseorang yang membantu proses persalinan
dan perawatan terhadap bayi dan ibu pasca melahirkan adalah, Orang yang harus
mengetahui tentang segala macam upacara, sajian serta mantera, dan harus
memiliki pengetahuan mengenai jamujamu untuk merawat bayi yang baru lahir serta
ibunya.
Dukun bayi dipanggil untuk menolong kelahiran dan
disamping berlaku sebagai seorang bidan, dukun bayi merupakan orang yang ahli
dalam ilmu gaib. Peran dukun bayi terlihat sangat penting ketika ia
mempertahankan seorang bayi dan ibunya dari bahaya-bahaya gaib yang mungkin
akan menimpa mereka, dengan menggunakan keahlian dibidangnya yang menggunakan
cara dan ilmu gaib.33 Bidan, tentu tidak memiliki keahlian magis seperti halnya
keahlian dukun bayi (paraji) selain keahliannya yang secara medis.
Kerja sama adalah sebuah kemitraan antara dukun dan bidan
di desa kamboja saling membantu dalam meningkatkan kesehatan ibu dan anak,
bersama-sama dalam menolong persalinan agar supaya tidak terjadi kecelakaan
yang tidak di inginkan terhadap ibu dan anak yang dilahirkan.
Peran dukun bayi dalam memberikan perawatan kepada bayi
dan ibu, dukun bayi juga memberikan asuhan keperawatan kepada ibu dan bayi baik
sebelum ataupun sesudah melahirkan. Asuhan keperawatan adalah suatu proses
rangkaian kegiatan pada praktek keperawatan yang langsung diberikan kepada
klien atau pasien yang sesuai dengan latar belakang budayanya, pada berbagai
tatanan pelayanan kesehatan.
Mengingat
kemitraan adalah bentuk kerja sama atau aliansi, maka setiap pihak yang
terlibat di dalamnya harus ada kerelaan diri untuk bekerja sama, dan melepaskan
kepentingan masing-masing, kemudian membangun kerja sama, dan melepaskan
kepentinagan masing-masing, kemudian membangun kepentiangan bersama dalam menagani atau menolong persalinan di wilayah kerja
Puskesmas Kamboja Kecamatan Pulau Maya Kabupaten Kayong Utara.
II.4
Peran Dukun dalam Kemitraan
Fungsi
utama kemitraan adalah upaya preventif dan promotif dan hal itu merupakan satu
kesatuan dari peran bidan, dukun bayi dan kader posyandu.Kemitraan sangat
terkait dengan keterlibatan seluruh dukun bayi yang ada di desa/kelurahaan
maupun kecamatan. Jika terdapat satu atau beberapa orang dukun bayi yang tidak ingin bermitra akan sangat
berpotensi ‘mengganggu’ kemitraan yang telah terjadi. Pemantauan dan penilaian
atas hal tersebut juga penting dilakukan (Wendy, 2014).
Menerapkan
manajemen kebidanan pada setiap asuhan kebidanan sesuai fungsi kolaburasi
dengan melibatkan dukun bayi dan keluarga yang mendampingi ibu melahirkan atau
persalinan, sesuai dengan uraian diatas tersebut, sudah jelas bahwa bidan adalah jabatan fropesional
dalam menolong persalinan dengan mengacu pada Permenkes 572 Tahun 1996 tentang Praktek
Bidan dan memperhatikan kompetensi bidan (Mustika, 2006).
Masih
banyaknya pengguna jasa dukun disebabkan beberapa faktor yaitu lebih mudahnya
pelayanan dukun bayi, terjangkau oleh masyarakat baik dalam jangkauan jarak,
ekonomi atau lebih dekat secara psikologi, bersedia membantu keluarga dalam
berbagai pekerjaan rumah tangga serta berperan sebagai penasehat dalam
melaksanakan berbagai upacara selamatan (Nuraeni, 2012)
Pemilihan
dukun beranak sebagai penolong persalinan pada dasarnya disebabkan karena
beberapa alasan, antara lain dikenal secara dekat, biaya murah, mengerti dan
dapat membantu dalam upacara adat yang berkaitan dengan kelahiran anak serta merawat
ibu dan bayi sampai 40 hari. Walaupun sudah banyak dukun beranak yang dilatih,
namun praktek-praktek tradisional tertentu rnasih dilakukan (Khasanah, 2011).
Setyawati,
2010 mengemukakan bahwa dukun dipercaya sebagai aktor lokal yang dipercaya oleh
masyarakat sebagai tokoh kunci terutama yang berhubungan dengan kesehatan dan
keselamatan. Pada kasus persalinan, dukun tidak hanya berperan saat proses
tersebut berlangsung, dari kehamilan sampai juga pada saat upacara-upacara adat
yang dipercaya membawa keselamatan bagi ibu dan anaknya seperti upacara
tujuhbulanan kehamilan sampai dengan 40 hari setelah kelahiran bayi (Nuraeni,
2012).
Berdasarkan uraian tentang kemitraan bidan dan dukung
bayi maka dipandang perlu untuk mengkaji tentang peran dukun bayi tentang
kemitraan dengan Bidan di desa Kamboja memiliki kesamaan dan perbedaan dalam
menolong persalinan, bentukbentuk kemitraan antara dukun bayi dengan Bidan Di
desa dalam membangun kemitraan antara dukun bayi dengan Bidan di desa Kamboja
Kecamatan Pulau Maya Kabupaten Kayong Utara.
Upaya yang dilakukan bidan dalam menjalin kemitraan
dengan dukun bayi, selama ini, yaitu cenderung dalam melakukan pertolongan
persalinan hadir bersamasama dalam membantu melakukan persalinan bagi ibu-ibu
yang melahirkan dengan mengacu pada Permenkes 572 Tahun 1996 tentang Praktek
Bidan dan memperhatikan kompetensi bidan, proporsi sebesar 76 %, sedangkan
dalam hal lain yang dilakukan yaitu melakukan bagi hasil dalam hal ini antara
bidan dan dukung kerjasama dalam bagi hasil (upah) sebesar 89 %, ini membuktikan
bahwa bidan dan dukun bayi sedah sebagian besar telah melakukan kemitraan
dengan baik.
Sosok dukun bayi bisa dimanfaatkan sebagai agen of change
dalam mengsosialisasikan kepada masyarakat tentang cara-cara persalinan yang
lebih aman seperti yang pernah dilihat secara langsung ketika bersamaan hadir
dalam persalinan, dengan pertimbangan bahwa dukun bayi itu masih diterima oleh
masyarakat, dekat dengan masyaraat, mudah dihubungi bahkan tokoh masyarakat
yang berpengaruh dalam komunitasnya, serta pengalamannya dalam persalinan sudah
dikenal dan diwariskan secara turun temurun.
kemitraan yang ditawarkan agar dapat mengambil alih peran
dukun bayi, maka ada pembatasan tugas yang harus diberikan oleh dukun bayi,
ketika keduanya hadir dalam suatu persalinan, baik diundang oleh yang
bersangkutan maupun karena panggilang dukun bayi. Bidan desa tidak hanya
memebri pengawasan kepada dukun bayi, tetapi bidan harus menunjukkan kelebihan
dan kemampuannya dalam menolong persalinan, terutama persalinan yang beresiko
bagi ibu hamil dan penyakit-penyakit yang dapat membawa kematian serta
menawarkan kepada ibu hamil harapan-harapan pelayanan yang lebih baik, cepat
dan tepat. Secara psikologis dukun bayi menganggap bahwa bidan desa memiliki
pengetahuan persalinan yang mereka tidak memilikinya, sehingga ada keraguan dan
ketakutan untuk melanjutkan kembali professinya.
Dukun Bayi adalah sosok yang selama ini berperan
melakukan pertolongan persalinan kadang tanpa pamrih, harus diberi penghargaan
yang selayaknya dengan pemberian pengobatan secara Cuma-Cuma (bebas) baik di
Puskesmas maupun di Rumah Sakit. Kesan yang timbul secara psikologis bahwa
mereka itu masih dapat diberdayakan menjadi agen of change dalam
mengkampanyekan program-program kesehatan pada umumnya, termasuk didalamnya cikal
bakal terbentuknya “Desa Siaga” dan kesehatan reproduksi khususnya (pra
kehamilan, kehamilan dan pasca kehamilan).
II.5 Faktor
Keberhasilan dalam Kemitraan
Keberhasilan
kemitraan bidan, dukun bayi dan kader posyandu dapat dilihat dari tiga
pertanyaan kunci tersebut.Rendahnya cakupan pemeriksaan kehamilan K4
mengindikasikan peran kader posyandu dalam memberikan penyuluhan kesehatan ibu
masih perlu ditingkatkan. Demikian pula jika masih ditemukan persalinan yang
dilakukan oleh dukun bayi, hal ini mengindikasikan bahwa komitmen dukun
bayi untuk bermitra belum optimal atau
upaya kader posyandu menyadarkan masyarakat tentang persalinan yang aman oleh
tenaga kesehatan perlu ditingkatkan (Wendy, 2014).
Upaya kemitraan yang dilakukan Bidan Desa agar dapat
berjalan lancar dan berhasil dalam kemitraan, cukup bervariasi, tetapi dominant
melakukan kunjungan ke rumah dukun danbersamaan hadir dalam persalinan. Upaya ini
tetap memperhatikan situasi dan kondisi yang paling memungkinkan untuk mendekati
Dukun Bayi agar dapat diterima serta bermitra kerja, melalui komunikasi
interpersonal dan komunikasi kelompok untuk mendapat respon positif pada saat
ada pertemuan di tingkat desa, kesempatan berharga untuk mengsosialisasikan
kesehatan reproduksi dan praktek pertolongan persalinan kepada tokoh-tokoh
masyarakat, dan tokoh informal lainnya.
Keberhasilan persalinan ibu ditentukan oleh beberapa faktor,
yaitu mulai dari ada tidaknya faktor resiko kesehatan ibu, pengetahuan, status
ekonomi, adat-istiadat, keterjangkauan dan ketersediaan pelayanan kesehatan,
kemampuan penolong persalinan sampai sikap keluarga dalam menghadapi keadaan
gawat (Khasanah, 2011).
Menurut Green predisposising,
enabling dan reinforcing adalah faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan
individu.Presdisposising faktor
seperti keturunn, status ekonomi, adat-istiadat serta pengetahuan, enabaling
faktor seperti fasilitas kesehatan tidak terjangkau, reinforcing factor
pemilihan ibu dalam persalinan, peran petugas kesehatan, kemitraan (Priyoto,
2014).
1.
Predisposing factor (faktor predisposisi) Karateristik Responden
yaitu:
a) Umur
Ibu
Umur
adalah lama waktu hidup atau ada (sejak dilahirkan atau diadakan) (Tim Reality,
2008).Menurut Krisliani (2007 dalam
Hutapea, 2012) umur ibu sangat menentukan kesehatan maternal dan berkaitan erat
dengan kondisi kehamilan, persalinan nifas serta dalam mengasuh bayi. Ibu yang
berumur kurang dari 20 tahun, belum matang dalam hal jasmani maupun sosial
dalam menghadapi kehamilan, persalinan dan nifas (Notoadmojo, 2007)
b) Pendidikan
Pendidikan
merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara(Notoatmodjo, 2011).
1.
Pendidikan dasar (SD,MI,SMP,MTs).
2.
Pendidikan menengah
(SMA, MA, SMK, MAK).
3.
Pendidikan tinggi
(Diploma, Sarjana, Magister, Spesialis, Doktor)
Tingkat
pendidikan sangat berpengaruh terhadap perubahan sikap dan perilaku hidup
sehat. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan memudahkan seseorang untuk
menyerap informasi dan mengimplementasikan dalam perilaku dan gaya hidup
sehari-hari sehingga dapat meningkatkan kemampuan mencegah penyakit,
meningkatkan kemampuan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatannya
(Notoatmodjo, 2012).
c) Pekerjaan
Pekerjaan
berasal dari kata dasar “kerja” yaitu sesuatu yang dilakukan untuk mencari
nafkah. “pekerja atau buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima
upah atau imbalan dalam bentuk lain(Notoatmodjo, 2007).
Berarti
pekerjaan adalah sesuatu yang dilakukan seseorang untuk mencapai tujuan
tertentu misalnya mendapatkan upah atau imbalan.Penelitian yang dilakukan oleh
Pratiwi (2013) menyatakan bahwa responden yang bekerja memanfaatkan pertolongan
persalinan oleh tenaga kesehatan sebesar 88,1%, hal ini berarti semakin tinggi
pekerjaan maka semakin tinggi pemanfaatan pertolongan persalinan oleh tenaga
kesehatan(Notoatmodjo, 2011).
d) Pendapatan
Faktor
pendapatan terkait erat dengan perilaku pencarian dan pemilihan penolong
persalinan. Semakin tinggi pendapatan seseorang akan lebih mampu membiayai
sarana dan prasarana untuk mendukung upaya hidup sehat, termasuk upaya untuk
memperoleh pertolongan persalinan yang aman. Berdasarkan Penelitian oleh Besral
(2006), menyatakan bahwa semakin baik pendapatan keluarga maka tenaga kesehatan
cenderung dipilih sebagai penolong persalinan (Rusnawati, 2012).
e) Pengetahuan
Menurut
Notoatmodjo (2012) pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi
setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan
terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui
mata dan telinga.Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting
untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt
behaviour)(Notoatmodjo, 2012).
Tingkat
pengetahuan di dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan, yaitu:
a.
Tahu (know)
b.
Memahami (comprehension)
c.
Aplikasi (application)
d.
Analisis (analysis)
e.
Sintesis (synthesis)
f.
Evaluasi (evaluation)
Berdasarkan
sebuah konsep perilaku “K-A-P” (Knowledge,
Attitude, Practice) menjelaskan bahwa perilaku seseorang (misalnya perilaku
ibu hamil terhadap pemilihan penolong persalinan) sangat dipengaruhi oleh
sikapnya yang mendukung terhadap anjuran melakukan pertolongan persalinan pada
tenaga kesehatan.Sikap (attitude)
dipengaruhi oleh pengetahuan (knowledge)
tentang sesuatu (misalnya pengetahuan manfaat melakukan pertolongan persalinan
pada tenaga kesehatan (Notoatmodjo, 2012).
f) Budaya/adat-istiadat
Dalam
hal ini unsur-unsur budaya dari deretan
merupakan unsur yang lebih sukar berubah jika dibandingkan dengan unsur-unsur
yang disebut kemudian dideretan bawah. Tetapi hal ini dalam garis besarnya saja
karena ada kalanya sub-sub unsur dari suatu unsure lebih sukar diubah bila
dibandingkan dari sub unsur dari suatu unsur yang tercantum diatasnya.
Selanjutnya dalam Notoadmojo, 2010 menjelaskan, bahwa kebudayaan paling sedikit
mempunyai 3 wujut yaitu:
a.
Tata kelakuan
b.
Kompleks aktivitas
kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat
c.
Sebagai benda hasil
karya manusia
Kebiasaan
adat-istiadat yang sudah membudaya tapi merugikan kebiasaan ibu hamil, tenaga
kesehatan harus dapat menyikapi hal ini degan bijaksana, jangan sampai
menyinggung “Kearifan lokal” yang sudah berlaku didaerah tersebut.Penyampaian
mengenai pengaruh adat mengunakan
berbagai teknik yang tidak menyinggung, misalnya melalui media masa, pendekatan
tokoh masyarakat, jika kita menemukan adat-istiadat atau budaya yang tidak
berpengaruh terhadap kesehatan (Nurul, 2012).
Petugas
kesehatan tentunya perlu mempelajari budaya masyarakat dimana mereka bekerja.
Beberapa konsep untuk mempelajari kebudayaan suatumasyarakat menurut
Koentjaningrat 1996 dalam notoadmojo, 2010 adalah:
a.
Menghindari sikap yang
member penilaian tertentu kepada kebudayaan yang dipelajari. Misalnya adanya
sikap bahwa kebudayaan mereka sendiri yang paling baik.
b. Masyarakat
yang hidup didalam kebudayaan sendiri biasanya biasanya tidak menyadari
memiliki kebudayaan, kecuali apabila mereka memasuki masyarakat lain dan
bergaul dengan masyarakat lain itu.
c. Terdapatnya
variabilitas didalam perubahan kebudayaan, atau unsure kebudayaan yang satu
akan lebih sukar burubah apabila dibandingkan debgan unsure kebudayaan lain.
d. Unsur
kebudayaan saling kait mengait, (Notoadmojo, 2010).
g) Satus Ekonomi
Tingkat ekonomi sangat terbukti
berpengaruh terhadap kondisikesehatanfisik dan fisiologis ibu hamil, ibu hamil
yang lebih tinggi social ekonominya maka ibu lebih fokus mempersiapkan fisik
dan mentalnya sebagai seorang ibu. Sementara ibu hamil yang lebih rendah
ekonominya maka ia akan mendapatkan banyak kesulitan (Nurul, 2012).
Jika kita menemukan adat istiadat yang
sama sekali tidak berpengaruh buruk terhadap kesehatan, tidak ada salahnya jika memberikan respons
yang positif dalam rangka menjalin hubungan yang sinergis dengan dukun branak sehingga Desa Kamboja menjadi
Desa yang berbudaya lokal untuk menarik simpatik masyarakat pendatang, adat istiadat
atau budaya ini harus dilestarikan sehingga tidak punah bagi remaja atau ibu
yang baru pertama melahirkan, (Janah, 2012).
Tidak bermaknanya hubungan antara
keyakinan terhadap pemilihan penolong persalinan jika dikaitkan dengan teori
Rosenstock tersebut sangat mungkin disebabkan oleh persepsi yang berbeda-beda
pada seetiap orang. Sehingga ada responden yang beranggapan istrinya lebih aman
dan terjamin keselamatannya apabila melahirkan dibantu tenaga profesional (nakes) dan sebaliknya ada yang cenderung
memilih dukun bayi (Sodikin, 2009).
2.
Enabaling factor (faktor pendukung),
1.
Pelayanan Kesehatan Dasar tidak terjangkau.
Pelayanan Kesehatan Dasar
atau pelayan persalinan upaya pelayanan keseahatan dasar merupakan langkah awal
yang penting dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.Dengan
pelayan kehatan dasar secara cepat dan tepat, diharapkan sebagian besar masalah
kesehatan dapat teratasi.Sebagaimana gangguan keseahatn yang di alami seorang ibu yang sedang hamil
biasa berpengaruh pada kesehatan janin dikandung, saat kelahiran dan masa
pertumbuhan anaknya (Janah, 2012).
2.
Reinforcing factor(Faktor pendorong) ada 3 yaitu :
a.
Pemilihan ibu dalam persalinan
Hal inilah yang
menyebabkan ibu memilih dukun bayi dalam bersalin dikarenakan dukun memiliki
tempat yang terhormat dan memilih kepercayaan lokal yang jauh lebih tinggi dari
pada bidan.Dukun dipercayai memiliki kemampuan yang diwariskan turun-temurun
untuk memediasi pertolongan medis dalam masyarakat.Sebagian dari mereka juga
memperoleh citra sebagai “orang tua” yang telah “berpengalaman” (Jahidin,
2012).
b.
Peran Petugas Kesehatan
Peran bidan sebagai
pelaksana, bidan mempunyai kategori tugas yaitu:
a.
Menetapkan manajemin kebidanan pada setiap
asuhan kebidanan yang diberikan:
1). Mengkaji status kesehatan untuk memenuhi
kebutuhan asuhan.
2). Menentukan diagnose
3). Menyusu rencana tindakan sesuai dengan
maslah yang dihadapi.
4). Melaksanakan tindakan sesuai dengan
rencana yang disusun.
5). Mengevaluasi tindakan yang telah
diberikan.
6). Membuat rencana tindak lanjut kegiatan
7). Membuat catatan dan laporan kegiatan
(Ruslidjah, 2006).
c.
Kemitraan
Mengingat kemitraan
adalah bentuk kerjasama atau aliansi, maka setiap pihak yang terlibat di
dalamnya harus ada kerelaan diri untuk bekerjasama, dan melepaskan kepentingan
masing-masing, kemudian membangun kerjasama, dan melepaskan kepentinagan
masing-masing, kemudian membangun kepentiangan bersama (Notoadmojo, 2010)
LANJUTKAN DINKES RI ATAU DINKES KKU
BalasHapus